In nineteen minutes, you can mow the front lawn, color your hair, watch a third of a kockey game. In nineteen minutes, you can bake scones or get a tooth filled by a dentist, you can fold laundry for a family of five.
In nineteen minutes, you can order a pizza and get it delivered. You can read a story to a child or have your oil changed. You can walk a mile. You can sew a hem.
In nineteen minutes, you can stop the world, or you can just jump off it.
In nineteen minutes, you can get revenge.
-Nineteen minutes – page 1-
19 menit waktu yang dibutuhkan Peter Houghton menembak teman-temannya di Sterling High School. 10 meninggal, 9 murid dan 1 guru. 19 lainnya luka-luka. Kenapa? Seorang psikopatkah? Apa yang menyebabkan remaja laki-laki berusia 17 tahun berani melakukan hal itu? Jodi Picoult mengulas latar belakang seorang Peter, anak korban bullying temannya semenjak hari pertamanya masuk TK.
19 minutes ditulis dengan alur maju mundur, bagaikan mengupas bawang, selapis demi selapis kita menyelami Peter Houghton dan beberapa tokoh lain di antaranya Josie Cormier, teman Peter sejak kecil yang sekarang sudah menjadi gadis populer di ssekolah; Alex Cormier, seorang juri pengadilan dan ibu dari Josie; serta Lacy Houghton teman Alex sekaligus ibu dari Peter; Patrick Ducharme seorang detektif lokal dan Jordan McAfee, pengacara muda ambisius yang membela Peter di pengadilan.
Cerita dimulai per tanggal 6 Maret 2007 saat penembakan terjadi. Salah satu korban adalah Matt, pacar Josie yang juga adalah satu-satunya korban yang tertembak 2 kali, badan dan kepala.
Nobody wants to admit to this, but bad things will keep on happening. Maybe that’s because it’s all a chain and a long time ago someone did the first bad thing, and that led someone else to do another bad thing, and soon. You know, like that game where you whisper a sentence into someone’s ear, and that person whispers it to someone else,and it all comes out wrong in the end.
But then again, maybe bad things happen because it’s the only way we can keep remembering what good is supposed to look like. – 61-
Hinaan terhadap Peter terus berlanjut, suatu ketika saat Peter mulai tidak bisa membedakan angka 3 dan 8 dan akhirnya ia harus memakai kacamata. Kacamata ringan yang membuat matanya terlihat besar seperti burung hantu namun ia juga dibuat terpana. Tulisan yang dulunya kabur kini terlihat jelas, mirip dengan pelengkap superhero! Sabuk Batman, Gua Superman dan kalau Peter adalah kacamata, ia begitu bersemangat ingin segera masuk sekolah.
Dan yang didapat keesokan harinya yang saya ambil dari halaman 110, As the world came into focus, Peter realized how people looked when they glanced at him. As if he were the punch line to a joke. And Peter, with his 20/20 vision, cast his eyes downward, so that he wouldn’t see.
Bagaimana hati saya tidak hancur saat membaca paragraf itu. Huks.
When you don’t fit in, you become superhuman. You can feel everyone else’s eyes on you, stuck like Velcro. You can hear a whisper about youfrom a mile away. You can dissapear, even when it looks like you’re still standing right there. You can scream, and nobody hears a sound.
You become the mutant who fell into the vat of acid, the joker who can’t remove his mask, the bionic man who’s missing his limbs and none of his heart.
You are the thing that used to be normal, but that was so long ago, you can’t even remember what it was like.
Josie adalah satu-satunya teman Peter, bahkan ia pernah berkelahi dengan teman lelakinya gara-gara anak itu menghina Peter. Sayangnya begitu masuk SMA, Josie berubah. Josie mulai bergabung dengan kalangan abg ala kumpulan remaja putri di serial Gossip Girls dan berpacaran dengan Matt Royston, seorang pemain hockey populer yang kebetulan juga salah satu dari teman yang sering membully Peter. Matt bahkan sering menyebut Peter sebagai homo atau queer.
Tidak seperti membaca buku drama lainnya, beberapa hari selama saya membaca nineteen minutes perasaan saya nyesek. Sedih, kalut dan yang jelas buku ini menghantui saya sampai sekarang. Saya tidak bisa membayangkan kalau saya ada di posisi Peter, bahkan sampai di suatu kejadian (tidak akan saya sebutkan karena bisa jadi itu sebuah spoiler yang akan mengganggu kenikmatan membaca) yang mempermalukan Peter, saya menjadi maklum kenapa ia sampai mengambil keputusan membawa pistol ke sekolah untuk membunuh teman-temannya.
Nineteen Minutes tidak hanya terfokus pada penembakan di sekolah dan juga bullying, tapi seberapa dalam kita mengenal seseorang?
If you spent you life concentrating on what everyone else thought of you, would you forget who you really were? What if the face you showed the world turned out to be a mask…with nothing beneath it?
Buku yang kaya dengan nilai psikologis, cerita yang kompleks. Bagi pembaca yang belum pernah menikmati karangan Jodi Picoult, sungguh, buku ini amat sayang dilewatkan. Cover versi Atria cukup mewakilkan isi buku, menggambarkan sepasang tangan yang bergenggaman. Ada lagi versi Australia yang lebih ‘Peter’, tapi Peternya manis banget di sini
Nineteen minutes adalah buku Jodi Picoult pertama saya dan mulai sekarang bakal mengoleksi buku-buku lainnya :p
Beberapa penghargaan Nineteen Minutes : Pemenang 2010 Iowa HS book award, 2009 New Hampshire Flume Award dan finlis dari 2010 Abraham Lincoln Illinois HS Book Award.
“(Nineteen Minutes is) absorbing and expertly made. On one level, it’s a thriller, complete with dismaying carnage, urgent discoveries and 11th-hour revelations, but it also asks serious moral questions about the relationship between the weak and the strong, questions that provide what school people call ‘teachable moments.’ If compassion can be taught, Picoult may be just the one to teach it. ”
—Washington Post
Detail buku :
Judul : Nineteen Minutes
Atria Books, November 2007. 642 halaman.
5 bintang!
No comments:
Post a Comment