Tuesday, November 29, 2011

STOP BULLYING!



Kalo udah liat gambar ini, pasti udah pada ngerti kan artinya? kita harus menghentikan tindakan bully membully yang sekarang merupakan tradisi remaja pada umumnya. semua orang mempunyai hak untuk memperoleh kenyamanan di lingkungannya, makanya sebelum ngebully orang, coba deh pikirin gimana kalo nanti kita berada di posisinya? atau orang - orang terdekat kita sendiri yang ada di posisinya? coba ayo ayo pikirin ;)
nah! maka dari itu, kita harus gajak temen - temen untuk berpartisipasi dalam gerakan anak muda anti bullying ini. gak ada ruginya sama sekali lho! malah, dengan partisipasi kalian, kemungkinan besar bisa mengurangi aksi bully membully ini, ya kan? :)

Kalo bukan kalian, siapa lagi? dan kalo bukan sekarang, kapan lagi?
#BYEBULLYING

Monday, November 7, 2011

"Bullying bikin anak depresi dan Bunuh diri"

Bullying? Apaan sih? Banyak masyarakat yang belum familiar dengan istilah ini. Apalagi, belum ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia. Padahal, tanpa disadari tindak bullying terjadi setiap hari di lingkungan rumah, sekolah, kantor dan di mana pun.

Menurut Ketua Yayasan Sejiwa Diena Haryana, secara sederhana bullying diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya.

Bentuk bullying terbagi tiga, yaitu bersifat fisik, seperti memukul, menampar, memalak; verbal seperti memaki, menggosip, mengejek; serta psikologis, seperti mengintimidasi, mengecilkan, mengabaikan, mendiskriminasi.

"Bullying itu bukan tentang apa yang 'saya' lakukan kepada orang lain, melainkan apa persepsi si korban terhadap sikap 'saya'. Misalkan, di televisi ada selebriti yang suka ngomong seenaknya saja, tapi tidak membuat penonton marah, maka itu bukan bullying. Bullying terjadi ketika apa pun yang dilakukan seseorang membuat orang lain merasa kecil, takut, dan tertindas," papar Diena dalam workshop nasional bertema 'Intervensi Efektif untuk Mengurangi Bullying di Sekolah-Sekolah', beberapa waktu lalu.

Kasus bullying paling sering terjadi di sekolah. Kasusnya terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari ejekan hingga kekerasan fisik yang serius, juga tindakan nonverbal, seperti mengucilkan.

Kasus seperti yang dialami Manda adalah contoh bullying verbal. Manda (8) terperanjat ketika berjalan di lorong sekolah dan berpapasan dengan Bobi (9), kakak kelasnya yang terkenal sebagai biang onar.

"Eh, gendut, apa kabar? Hari ini naik berapa kilo nih?" cibir Bobi sambil menunjuk perut Manda. Ketika ejekan Bobi membuat Manda merasa direndahkan dan kehilangan rasa percaya diri, itu berarti Manda telah menjadi korban bullying (dibuli).

Sementara, Bobi disebut pembuli (pelaku bullying). Bullying menimbulkan dampak negatif, seperti menurunkan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa. Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antara bullying dengan meningkatnya depresi dan agresi.

Bullying juga berpengaruh pada penurunan nilai akademik dan tindakan bunuh diri. Kasus gantung diri yang dilakukan Fifi Kusrini (13) pada 15 Juli 2005 lalu, misalnya. Berawal dari korban sering diejek sebagai sebagai anak tukang bubur oleh teman-teman sekolahnya. Sepele bukan? Namun, berdampak pada hilangnya nyawa seseorang. Belum lagi beberapa siswa SD yang gantung diri karena tidak bisa membayar SPP.

"Kita tentu tidak menginginkan pendidikan menjadi tempat seseorang menemui ajalnya. Sebab itu, semua orangtua harus mendapat pengetahuan dan disadarkan bahwa bullying sama sekali bukan permainan anak-anak. Ini adalah awal dari suatu teror terhadap anak-anak dan bisa berkepanjangan," ujar Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dr Meutia Hatta.

Untuk itu, Meutia mengharapkan bahwa antibullying menjadi gerakan masyarakat yang meliputi semua orang. Termasuk, kesadaran orangtua agar tergerak melakukan sesuatu, seperti menumbuhkan sikap baik dalam keluarga dan mengatur tontonan televisi bagi putra-putrinya. Begitu pun halnya di sekolah, harus ada pengawasan yang biasanya dilakukan guru BP (Bimbingan dan Penyuluhan).

"Guru BP sebaiknya diberi pelatihan khusus agar punya kepekaan untuk mengetahui adanya keganjilan-keganjilan. Kita mengharapkan pendidikan ini mencetak generasi yang baik dan andal di kemudian hari. Sekolah harus mencetak SDM yang andal, kalau tidak mampu, sistem sekolah itu yang harus diperbaiki," tandas Meutia.

Masalah Serius yang Dianggap Sepele

Pengertian dan jenis bullying amat luas. Tak perlu berpikir yang ekstrem, seperti menampar atau menonjok, melirik dengan tatapan sinis, atau mengolok-olok teman dengan nama orangtua juga bisa membuat orang lain tersinggung.

Bahkan, bergosip yang selama ini dianggap biasa pun masuk kategori bullying. Bukan hal aneh bila di zaman sekarang, terutama di kota besar, anak-anak SD melontarkan kata-kata kasar, seperti ''Goblok lu!", ''Dasar lemot lu!", ''Liburan enggak ke mana-mana ya? Kasian deh lu!".

Masalahnya, apakah anak-anak usia TK dan SD itu menyadari bahwa hal tersebut bisa melukai perasaan orang lain? Sayang, masih banyak yang menganggap bullying sebagai sesuatu yang biasa dan tidak perlu dipersoalkan.

''Itu kan ujian mental bagi anak-anak kita supaya mereka tumbuh tegar," kilah seorang bapak yang pernah mengikuti workshop bullying, tahun lalu. Ada pula seorang ibu yang berujar, ''Saya dulu sering diperlakukan seperti itu waktu kecil, nyatanya sekarang baik-baik saja''.

Rupanya, bullying telah berlangsung sejak lama hingga lintas generasi. Ironisnya, masyarakat cenderung mendiamkan dan menyepelekan hal itu. Penelitian yang dilakukan Yayasan Sejiwa pada 2004-2006 menunjukkan bahwa banyak guru di Indonesia yang menganggap bullying bukan masalah serius.

''Bullying adalah masalah kesehatan publik yang patut mendapat perhatian. Orang yang pernah menjadi korban bullying semasa kecil, kecenderungannya lebih besar untuk tumbuh menjadi pribadi yang kurang percaya diri. Bahkan, menjadi penderita depresi," ujar Direktur Institut Nasional Kesehatan Anak dan Perkembangan Manusia (NICHD) AS Duane Alexander MD.

Sementara itu, pelaku bullying kemungkinan besar akan terlibat tindak kriminal di kemudian hari. Hasil survei NICHD yang dimuat majalah Journal of American Medical Association pada 2001 memaparkan bahwa lebih dari 16 persen murid sekolah di AS mengaku mengalami bullying yang dilakukan murid lain.

Pada tahun yang sama, Departemen Kehakiman AS mengeluarkan statistik yang lebih mencengangkan, yaitu 77 persen populasi pelajar AS mengalami bullying secara fisik, mental, dan verbal. Lebih memilukan lagi, Richard Werly dalam artikel 'Presecuted Even on the Playground' di majalah Liberation 2001, melaporkan bahwa 10 persen dari pelajar stres merupakan korban bullying dan pernah berusaha bunuh diri. Paling tidak sekali.

Di Indonesia belum ada data memadai karena penelitian tentang fenomena bullying masih baru. Hasil studi pada 2006 yang dilakukan ahli intervensi bullying asal Amerika Dr Amy Huneck mengungkapkan bahwa 10-16 persen siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan ataupun didorong, sedikitnya sekali dalam seminggu.

Untuk menghilangkan sama sekali tindakan itu di sekolah memang tidak mungkin, tapi minimal bisa diminimalkan. Komunikasi terbuka antara pihak sekolah, orangtua, dan murid merupakan kunci utama. Ditambah dengan dukungan pemerintah dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai positif dalam institusi pendidikan.

''Peran orangtua sangat penting karena anak yang dibuli biasanya lebih suka bercerita kepada orangtua daripada gurunya. Ada baiknya, sekolah juga memfasilitasi kegiatan yang memungkinkan orangtua mengembangkan keterampilan berkomunikasi dengan anak. Sebab, kenyataannya, sebagian orangtua enggan langsung melaporkan kasus yang menimpa anaknya," saran psikolog UI dr Ratna Djuwita.(inda susanti/sindo/ang)


Source : http://run18.multiply.com/reviews/item/3

Wednesday, November 2, 2011

First post.

Yeyyy!! finally we made this blog, stay tuned and we will rock you!!
don't forget to follow us on twitter @ByeBully and like us on Facebook "Bye Bullying"!
B)