Robin M. Kowalski, Ph. D, dan Patricia W. Agatston, Ph.D, dalam buku Cyber Bullying menjelaskan bahwa bullying bisa juga terjadi melalui dunia maya. Kowalski, Limber, dan Agatston memaparkan sejumlah metode yang bisa digunakan untuk cyber bullying dalam berbagai teknologi komunikasi yang berkembang saat ini.
Chatting
Para remaja dan anak masa kini pasti suka chatting. Ngobrol di dunia maya ini memungkinkan terjadinya komunikasi secara real time.
Pem-bully dapat mengirimkan pesan bernada ancaman atau marah-marah kepada target. Pem-bully juga bisa menggunakan identitas korban untuk berkomunikasi dengan orang lain dan menyebarkan pesan bernada ancaman pula.
Surat Elektronik
Merupakan metode paling sering yang digunakan untuk cyber bullying. Melalui surat elektronik (surel), seseorang dapat mengirimkan pesan menjelek-jelekkan kepada ratusan, bahkan ribuan orang dengan hanya memencet satu tuts saja. Seseorang yang ingin mempermalukan target bisa mengirimkan gambar atau informasi lain tentang seseorang ke ratusan atau ribuan orang dalam waktu bersamaan.
Meski surel mudah ditelusuri, tak ada yang bisa memastikan kalau seseorang dengan identitas itulah yang benar-benar mengirimkannya. Bisa jadi orang lain dengan mudah masuk ke identitas surel itu karena tahu kata kuncinya.
Pesan Singkat
Penggunaan pesan singkat melalui telepon seluler pada anak remaja sungguh menakjubkan. Mereka bisa dengan cepat mengetik pesan untuk dikirimkan kepada orang lain. Sayangnya, pesan singkat ini kadang digunakan dengan tidak tepat, untuk memberi contekan kepada teman lain ketika sedang ujian, misalnya. Di sisi lain, pesan singkat juga dapat digunakan sebagai alat cyber bullying.
Jejaring Sosial
Friendster, Facebook, Myspace, atau Twitter dapat menjadi jalur cyber bullying. Dalam Facebook misalnya, seseorang bisa mengetahui ia berteman dengan siapa, berhubungan dengan siapa, serta memungkinkan seseorang memberi komentar atas orang tersebut. Pem-bully bisa saja berkomentar jelek atau menjelek-jelekkan orang lain.
Blog
Jurnal online ini bisa juga digunakan untuk cyber bully. Seorang remaja dapat menggunakan blog untuk merusak reputasi atau menyerbu privasi remaja lain. Contohnya, remaja yang baru putus pacaran bisa menuliskan informasi memalukan tentang mantan pacarnya.
Selain blog, situs maupun games di internet dapat pula dijadikan alat untuk melakukan cyber bullying.
Thursday, December 29, 2011
Thursday, December 22, 2011
Pacar juga bisa ngebully lho!
4 Tanda Di-bully Pacar
Katanya sayang, tapi kok dia sering bikin sakit hati dengan kata-kata kasarnya, ya? Apalagi kalau emosinya lagi nggak stabil, wah…kalau nggak hati-hati berbicara, bisa “habis” dimaki sama dia.
Kalau selama ini kita merasa bahwa yang bisa membully hanya senior, lebih baik buka mata dan hati lagi, deh. Karena pacar pun bisa melakukan kasus bullying. Hanya saja, karena alasan cinta, kita jadi nggak menganggap itu suatu masalah. Padahal, kita wajib bertindak apabila pacar mulai melakukan beberapa tindakan ini:
Mulutnya pedas
Salah ngomong sedikit saja, dia bisa memaki kita dengan berbagai kata-kata kotor. Belum lagi saat kita melakukan kesalahan, bukannya menolong eh, dia malah mengejek kita di depan umum.
Ringan tangan
Saat emosi, otomatis jarinya akan menunjuk wajah kita sambil marah-marah. Parahnya lagi, kalau sudah nggak bisa dikontrol, kadang dia suka melayangkan tangan untuk mendorong bahkan menampar. Hiks!
Mengatur sesuka hati dan kita harus menuruti
Nggak boleh main dengan teman cowok lain, nggak boleh pakai rok di atas lutut, wajib lapor is isms/bbm setiap hari, dll. Duh, hidup kayak di penjara deh saat bareng dia.
Pelecehan seksual
Ngeri, ya! Tapi bisa jadi kita nggak sadar bahwa sedang mengalami pelecehan seksual oleh pacar sendiri. Misalnya saat dia minta kita mengirimkan foto dengan pose sedikit porno, atau memaksa untuk berciuman. Bahkan yang lebih parah adalah saat dia memaksa kita untuk melakukan hubungan seksual. Paksaan itu pun keluar bersama dengan berbagai ancaman kalau kita nggak mau menuruti kemauannya.
Kalau selama ini kita merasa bahwa yang bisa membully hanya senior, lebih baik buka mata dan hati lagi, deh. Karena pacar pun bisa melakukan kasus bullying. Hanya saja, karena alasan cinta, kita jadi nggak menganggap itu suatu masalah. Padahal, kita wajib bertindak apabila pacar mulai melakukan beberapa tindakan ini:
Mulutnya pedas
Salah ngomong sedikit saja, dia bisa memaki kita dengan berbagai kata-kata kotor. Belum lagi saat kita melakukan kesalahan, bukannya menolong eh, dia malah mengejek kita di depan umum.
Ringan tangan
Saat emosi, otomatis jarinya akan menunjuk wajah kita sambil marah-marah. Parahnya lagi, kalau sudah nggak bisa dikontrol, kadang dia suka melayangkan tangan untuk mendorong bahkan menampar. Hiks!
Mengatur sesuka hati dan kita harus menuruti
Nggak boleh main dengan teman cowok lain, nggak boleh pakai rok di atas lutut, wajib lapor is isms/bbm setiap hari, dll. Duh, hidup kayak di penjara deh saat bareng dia.
Pelecehan seksual
Ngeri, ya! Tapi bisa jadi kita nggak sadar bahwa sedang mengalami pelecehan seksual oleh pacar sendiri. Misalnya saat dia minta kita mengirimkan foto dengan pose sedikit porno, atau memaksa untuk berciuman. Bahkan yang lebih parah adalah saat dia memaksa kita untuk melakukan hubungan seksual. Paksaan itu pun keluar bersama dengan berbagai ancaman kalau kita nggak mau menuruti kemauannya.
Tuesday, December 13, 2011
Rekomendasi; Buku "19 minutes" - Jody Picoult!
In nineteen minutes, you can mow the front lawn, color your hair, watch a third of a kockey game. In nineteen minutes, you can bake scones or get a tooth filled by a dentist, you can fold laundry for a family of five.
In nineteen minutes, you can order a pizza and get it delivered. You can read a story to a child or have your oil changed. You can walk a mile. You can sew a hem.
In nineteen minutes, you can stop the world, or you can just jump off it.
In nineteen minutes, you can get revenge.
-Nineteen minutes – page 1-
19 menit waktu yang dibutuhkan Peter Houghton menembak teman-temannya di Sterling High School. 10 meninggal, 9 murid dan 1 guru. 19 lainnya luka-luka. Kenapa? Seorang psikopatkah? Apa yang menyebabkan remaja laki-laki berusia 17 tahun berani melakukan hal itu? Jodi Picoult mengulas latar belakang seorang Peter, anak korban bullying temannya semenjak hari pertamanya masuk TK.
19 minutes ditulis dengan alur maju mundur, bagaikan mengupas bawang, selapis demi selapis kita menyelami Peter Houghton dan beberapa tokoh lain di antaranya Josie Cormier, teman Peter sejak kecil yang sekarang sudah menjadi gadis populer di ssekolah; Alex Cormier, seorang juri pengadilan dan ibu dari Josie; serta Lacy Houghton teman Alex sekaligus ibu dari Peter; Patrick Ducharme seorang detektif lokal dan Jordan McAfee, pengacara muda ambisius yang membela Peter di pengadilan.
Cerita dimulai per tanggal 6 Maret 2007 saat penembakan terjadi. Salah satu korban adalah Matt, pacar Josie yang juga adalah satu-satunya korban yang tertembak 2 kali, badan dan kepala.
Nobody wants to admit to this, but bad things will keep on happening. Maybe that’s because it’s all a chain and a long time ago someone did the first bad thing, and that led someone else to do another bad thing, and soon. You know, like that game where you whisper a sentence into someone’s ear, and that person whispers it to someone else,and it all comes out wrong in the end.
But then again, maybe bad things happen because it’s the only way we can keep remembering what good is supposed to look like. – 61-
Hinaan terhadap Peter terus berlanjut, suatu ketika saat Peter mulai tidak bisa membedakan angka 3 dan 8 dan akhirnya ia harus memakai kacamata. Kacamata ringan yang membuat matanya terlihat besar seperti burung hantu namun ia juga dibuat terpana. Tulisan yang dulunya kabur kini terlihat jelas, mirip dengan pelengkap superhero! Sabuk Batman, Gua Superman dan kalau Peter adalah kacamata, ia begitu bersemangat ingin segera masuk sekolah.
Dan yang didapat keesokan harinya yang saya ambil dari halaman 110, As the world came into focus, Peter realized how people looked when they glanced at him. As if he were the punch line to a joke. And Peter, with his 20/20 vision, cast his eyes downward, so that he wouldn’t see.
Bagaimana hati saya tidak hancur saat membaca paragraf itu. Huks.
When you don’t fit in, you become superhuman. You can feel everyone else’s eyes on you, stuck like Velcro. You can hear a whisper about youfrom a mile away. You can dissapear, even when it looks like you’re still standing right there. You can scream, and nobody hears a sound.
You become the mutant who fell into the vat of acid, the joker who can’t remove his mask, the bionic man who’s missing his limbs and none of his heart.
You are the thing that used to be normal, but that was so long ago, you can’t even remember what it was like.
Josie adalah satu-satunya teman Peter, bahkan ia pernah berkelahi dengan teman lelakinya gara-gara anak itu menghina Peter. Sayangnya begitu masuk SMA, Josie berubah. Josie mulai bergabung dengan kalangan abg ala kumpulan remaja putri di serial Gossip Girls dan berpacaran dengan Matt Royston, seorang pemain hockey populer yang kebetulan juga salah satu dari teman yang sering membully Peter. Matt bahkan sering menyebut Peter sebagai homo atau queer.
Tidak seperti membaca buku drama lainnya, beberapa hari selama saya membaca nineteen minutes perasaan saya nyesek. Sedih, kalut dan yang jelas buku ini menghantui saya sampai sekarang. Saya tidak bisa membayangkan kalau saya ada di posisi Peter, bahkan sampai di suatu kejadian (tidak akan saya sebutkan karena bisa jadi itu sebuah spoiler yang akan mengganggu kenikmatan membaca) yang mempermalukan Peter, saya menjadi maklum kenapa ia sampai mengambil keputusan membawa pistol ke sekolah untuk membunuh teman-temannya.
Nineteen Minutes tidak hanya terfokus pada penembakan di sekolah dan juga bullying, tapi seberapa dalam kita mengenal seseorang?
If you spent you life concentrating on what everyone else thought of you, would you forget who you really were? What if the face you showed the world turned out to be a mask…with nothing beneath it?
Buku yang kaya dengan nilai psikologis, cerita yang kompleks. Bagi pembaca yang belum pernah menikmati karangan Jodi Picoult, sungguh, buku ini amat sayang dilewatkan. Cover versi Atria cukup mewakilkan isi buku, menggambarkan sepasang tangan yang bergenggaman. Ada lagi versi Australia yang lebih ‘Peter’, tapi Peternya manis banget di sini
Nineteen minutes adalah buku Jodi Picoult pertama saya dan mulai sekarang bakal mengoleksi buku-buku lainnya :p
Beberapa penghargaan Nineteen Minutes : Pemenang 2010 Iowa HS book award, 2009 New Hampshire Flume Award dan finlis dari 2010 Abraham Lincoln Illinois HS Book Award.
“(Nineteen Minutes is) absorbing and expertly made. On one level, it’s a thriller, complete with dismaying carnage, urgent discoveries and 11th-hour revelations, but it also asks serious moral questions about the relationship between the weak and the strong, questions that provide what school people call ‘teachable moments.’ If compassion can be taught, Picoult may be just the one to teach it. ”
—Washington Post
Detail buku :
Judul : Nineteen Minutes
Atria Books, November 2007. 642 halaman.
5 bintang!
Monday, December 5, 2011
let our eyes open with these things.
Minggu, 11 Januari 2009
Sekjen Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menilai, alasan penegakan disiplin tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap murid. "Mendiknas harus patuh kepada pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang menyebutkan, lingkungan sekolah wajib zona bebas kekerasan."
http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/01/11/1/181443/kekerasan-di-sekolah-bukan-penegakan-disiplin
Timpakul.hijaubiru.org, Senin, 21 Agustus 2006
"Hari Selasa depan aku tidak ingin masuk sekolah. Gurunya kejam. Masa aku tadi dipukul di kelas cuma karena salah membaca." Demikian ungkapan seorang siswa kelas 2 sekolah dasar di kota Samarinda. Kekerasan guru terhadap siswa sangat berdampak pada perkembangan psikologis anak. Keengganan anak untuk terus belajar mata pembelajaran yang diajarkan oleh seorang guru akan berbuah pada tidak bertambahnya pengetahuan anak terhadap mata pembelajaran tersebut.
http://timpakul.hijaubiru.org/pendidikan-9.html?nomobile=1
Riauinfo.com, 18 Februari 2009
SMA Santa Maria Pekanbaru. Gultom, salah seorang guru di sekolah itu meninju dada William (16) salah seorang siswanya.
Akibat aksi dari guru itu, dada William memar, kepalanya pusing dan wajah pusat. Dia tidak bisa menerima perlakuan itu, sehingga kasus ini dilaporkannya ke Mapoltabes Pekanbaru.
http://www.riauinfo.com/main/news.php?c=11&id=8529
Pikiran Rakyat, 26 Agustus 2004
Fitang Budi Aditya (13), seorang murid SMPN 3 Babelan Kabupaten Bekasi babak belur dipukuli teman sekelasnya atas perintah seorang guru di sekolah tersebut yang menghukum korban karena terlambat datang ke sekolah dan tidak mengenakan badge (lambang sekolah) pada seragam sekolah yang dikenakannya.
Tabloid Cek & Ricek, 3 Oktober 2004
Suci pratiwi melakukan bunuh diri diduga karena adanya tuduhan mencuri uang sang guru, di Jakarta Utara.
Media Indonesia, 6 April 2005 Penindasan dilakukan oleh beberapa siswi SMAN 1 Budi Utomo Jakarta kepada adik kelas mereka.
Media Indonesia, 8 April 2005
Pungutan liar dilakukan oleh sebuah sekolah di Surabaya.
Kompas, 12 mei 2005
Kepala sekolah SMPN 1 Rajapolah, Tasikmalaya, menghardik dan menampar siswa dalam upaya untuk menertibkan mereka.
Kompas, 17 Juli 2005
Fifi Kusrini (13) siswi SMPN 10 Bekasi nekat bunuh diri karena sering diejek sebagai anak tukang bubur.
Media Indonesia, 16 Desember 2005
Aditya (10) gantung diri diduga karena takut dimarahi guru bila tidak mengenakan seragam Pramuka.
☁☁☁
Seorang psikolog, Ibu Veronika Trimardhani, M.Si , menyatakan bullying merupakan tindakan antara senioritas dan junioritas dimana bisa terjadi secara turun-menurun. Seorang senior akan melakukan tindakan bullying pada juniornya karena senior tersebut pernah mengalami tindakan bullying dari seniornya terdahulu, sehingga akan diteruskan kepada juniornya. Selain itu, bullying yang dilakukan oleh seorang senior merupakan tindakan yang ingin memperlihatkan kehebatan seorang senior dibangding juniornya.
Selain itu menurutnya, jika dilihat dari sisi positif dan negatifnya, tentu saja bullying merupakan tindakan negatif dimana akan mengakibatkan tekanan bagi juniornya, namun jika dipandang dari sisi positifnya, bullying dapat memberikan motivasi bagi junior untuk menghargai dan menghormati seniornya.
Sebagai seseorang yang tidak hanya sebagai psikolog, namun juga sebagai pendidik, Ibu Vero membedakan antara hukuman dan bullying. Menurutnya, hukuman memang sepatutnya diberikan kepada pihak yang belaku salah, namun beliau tidak setuju apabila sifat dari hukuman tersebut merupakan hukuman fisik.
Dengan adanya tindakan bullying di institusi pendidikan Indonesia, Ibu Vero memberikan masukan sebagai usaha yang terbaik yakni perlu didirikannya team building di sekolah sehingga seluruh civitas yang berada di dalam institusi pendidikan mampu meningkatkan social awareness yang dimilikinya. Selain itu, perlu juga dilakukan berbagai kegiatan dan kompetisi bersama antar senior dan junior sehingga ada keakraban dan rasa empati di antara satu sama lain.
☁☁☁
Guys, mungkin beberapa dari kita belum sadar kalau ternyata Bullying tidak hanya mengganggu psikologis seseorang, tetapi juga nyawa orang tersebut. hanya karna ejekan, siapa sangka Fifi nekat bunuh diri? let our eyes wide open bout this, bullying bukan hal yang patut di turun-temurunkan dan menjadi budaya di sebuah lingkungan atau sekolah. masih banyak hal positif lain yang dapat kita lakukan. Spread the love, and positivity everywhere! ☺
Friday, December 2, 2011
10 artis hollywood yang pernah di bully
Siapa bilang seorang artis gak pernah di bully? ini nih, kisah - kisah artis hollywood yang mengaku pernah dibully.
1. Mischa Barton
tuh, terbukti kan? gak semua artis atau orang - orang terkenal itu hidupnya mulus - mulus aja. intinya kita ga boleh ngejudge, atau ngegencet orang, selain dosa, mungkin aja tu orang jadi orang-orang berhasi kaya daftar nama artis di atas? Kalau kita baik ke orang apalagi orang yang digencet, siapa tau kita dapet percikan keberhasilannya? Iya ga?
1. Mischa Barton
Sekarang kita kenal cewek satu ini sebagai seleb kaya dengan gaya berpakaian yang selalu jadi contekan ABG sedunia. Padahal dulunya ga begitu. “Aku dulu tidak termasuk dalam genk anak populer,” cerita Mischa. “Sebagai orang luar genk anak ngetop, aku tumbuh menjadi anak yang sensitif. Sudah begitu aku tidak tahu cara berpakaian yang keren dan aku juga tidak punya banyak uang,” lanjut cewek yang ngetop setelah main di serial O.C itu. Gak heran kalau Mischa suka digencet oleh genk anak populer di sekolahnya.
2. Michael Phelps
Perenang yang memenangkan 8 medali di Olimpiade Beijing ini pada masa kecilnya dulu sering dikerjai gara-gara tubuhnya yang bongsor. “Hinaan serta gencetan di masa sekolah itulah yang justru membuatnya menjadi orang yang kuat,” kata sang Mama. Aneh tapi nyata, setelah Michael menjadi bintang Olimpiade, orang-orang yang dulu menggencetnya tanpa rasa malu mengontak Michael di Facebook minta dijadikan teman.
3. Demi Lovato
Waktu kelas 7 dulu, Demi suka digencet oleh beberapa temannya di sekolah. Karena gencetan teman-temannya, Demi semakin lama semakin mengerikan. Orangtua Demi sampai harus mengeluarkannya dari sekolah. Dia pun melanjutkan pendidikan lewat jalur Home Schooling. “Tadinya aku gak mengerti mengapa mereka suka menggencetku. Baru sekarang aku paham, itu semua terjadi hanya karena gaya idupku berbeda dari anak lain,” simpulnya. Demi kan seja kecil sudah jadi artis, jadi ada aja yang sirik. Sekarang Demi bertekad menjadi panutan bagi anak-anak yang menjadi korban gencetan. “Aku ingin bisa membantu programAnti Bullying,” harapnya.
4. Victoria Beckham
“Zaman sekolah dulu aku ga punya teman . Orang suka mendorongku dan mengancam akan melukaiku sepulang sekolah. Mereka suka mengerjaiku lalu melempar apa saja yang ada di genangan air ke arahku,” kenang istri pesepakbola, David Beckham, ini. Sedihnya, tak satu orang pun yang berkenan menolong Victoria yang malang itu. “Benar-benar pengalaman yang mengerikan, sangat mengerikan. Sebenarnya aku sudah berusaha berteman dengan siapa saja, tapi aku tidak ernah bisa masuk lingkungan pergaulan mana pun. Jadinya aku selalu sendiri,” ucap ibu 3 anak ini.
5. Christian Bale
Sewaktu mendapatkan sebuah peran film karya Steven Spielberg pada usianya yang ke-13, Christian menerima dua tanggapan yang berbeda dari teman sekolahnya. “Cewek-cewek jadi senang mengerumuniku, sementara para cowok justru mengajakku berkelahi,” ingat pemeran Batman ini.
6. Tom Cruise
Sekarang sih orang sangat menghormati salah satu bintang Hollywood paling kaya ini. Tapi di masa sekolah dulu, Tom digencet habis-habisan oleh teman-teman sekolahnya. ada umurnya yang ke-14, Tom telah pindah sekolah 15 kali karena ayahnya terus menerus pindah kerja. Di ke 15 sekolah itu pula Tom menerima gencetan demi gencetan. “Badanku dulu kecil dan aku menderita disleksia (gangguan membaca). Aku pun menjadi sasaran empuk bagi anak-anak bertubuh lebih besar. Sbenarnya aku gak suka memukul orang, tapi kalau aku tidak memukul balik mereka, aku tahu aku akan digencet sepanjang tahun,” cerita Ayah Suri Cruise ini.
7. Rihanna
Lantaran warna kulitnya lebih terang dibanding teman-teman sekelasnya di Barbados, Rihanna tak henti-hentinya disiksa. “Di rumah, warna kulitku tak pernah jadi masalah. Eh, begitu aku sekolah, tiba-tiba saja semua orang mempermasalahkannya. Aku sangat bingung mengapa mereka bersikap begtu padaku,” tuturnya. Siksaan mental itu diterimanya sampai ia tamat sekolah dasar.
8. Jessica Simpson
Karena ukuran dadanya yang sangat besar, Jessica kerap menerima hinaan yang menyakitkan. “Saat berjalan di lorong sekolah aku mendengar teman-teman berbisik. Bahkan ada yang melemparkan tisu toilet dan telur ke rumahku. Ada juga yang menuliskan hal-hal jahat mengenai diriku dengan spidol permanen di tepi jalan. Mereka sungguh membenciku,” Jessica bercerita.
9. Reese Witherspoon
Gara-gara bertubuh pendek dan berkacamata tebal, Reese Witherspoon menjadi bulan-bulanan teman sekolahnya. “Sampai kenyang rasanya aku diejek hanya karena badanku pendek dan berkacamata,” kenang pemenang Piala Oscar ini(kabarnya 50% siswa berkacamata dihina teman-temannya). “Aku ingat bagaimana aku menangis 2 minggu penuh lantaran tubuh pendekku membuatku ditolak masuk tim softball,” tambahnya. Tapi berangsur-angsur dia belajar menerima dan menghargai segala kekurangan segala kekurangan fisiknya. Pengalaman diejek itulah yang membuatnya tegar. Malah Reese berharap kedua anaknya, Ava dan Deacon, mengalami juga seperti dirinya agar mereka belajar menjadi orang yang kuat.
10. Taylor Swift
“Banyak teman cewek di sekolahku dulu yang menganggap aku anak aneh. Mereka sering mengejekku dengan kata-kata yang menyakitkan,” buka Taylor. “Saat makan siang di kantin adalah siksaan bagiku. Mereka pasti langsung pindah melihatku datang untuk duduk di meja mereka,” Taylor menyambung ceritanya dengan gemas. Siapa sangka anak aneh itu telah menjelma menjadi penyanyi country yang cemerlang dan tajir?
so, #BYEBULLYING guys!
Tuesday, November 29, 2011
STOP BULLYING!
Kalo udah liat gambar ini, pasti udah pada ngerti kan artinya? kita harus menghentikan tindakan bully membully yang sekarang merupakan tradisi remaja pada umumnya. semua orang mempunyai hak untuk memperoleh kenyamanan di lingkungannya, makanya sebelum ngebully orang, coba deh pikirin gimana kalo nanti kita berada di posisinya? atau orang - orang terdekat kita sendiri yang ada di posisinya? coba ayo ayo pikirin ;)
nah! maka dari itu, kita harus gajak temen - temen untuk berpartisipasi dalam gerakan anak muda anti bullying ini. gak ada ruginya sama sekali lho! malah, dengan partisipasi kalian, kemungkinan besar bisa mengurangi aksi bully membully ini, ya kan? :)
Kalo bukan kalian, siapa lagi? dan kalo bukan sekarang, kapan lagi?#BYEBULLYING
Monday, November 7, 2011
"Bullying bikin anak depresi dan Bunuh diri"
Bullying? Apaan sih? Banyak masyarakat yang belum familiar dengan istilah ini. Apalagi, belum ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia. Padahal, tanpa disadari tindak bullying terjadi setiap hari di lingkungan rumah, sekolah, kantor dan di mana pun.
Menurut Ketua Yayasan Sejiwa Diena Haryana, secara sederhana bullying diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya.
Bentuk bullying terbagi tiga, yaitu bersifat fisik, seperti memukul, menampar, memalak; verbal seperti memaki, menggosip, mengejek; serta psikologis, seperti mengintimidasi, mengecilkan, mengabaikan, mendiskriminasi.
"Bullying itu bukan tentang apa yang 'saya' lakukan kepada orang lain, melainkan apa persepsi si korban terhadap sikap 'saya'. Misalkan, di televisi ada selebriti yang suka ngomong seenaknya saja, tapi tidak membuat penonton marah, maka itu bukan bullying. Bullying terjadi ketika apa pun yang dilakukan seseorang membuat orang lain merasa kecil, takut, dan tertindas," papar Diena dalam workshop nasional bertema 'Intervensi Efektif untuk Mengurangi Bullying di Sekolah-Sekolah', beberapa waktu lalu.
Kasus bullying paling sering terjadi di sekolah. Kasusnya terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari ejekan hingga kekerasan fisik yang serius, juga tindakan nonverbal, seperti mengucilkan.
Kasus seperti yang dialami Manda adalah contoh bullying verbal. Manda (8) terperanjat ketika berjalan di lorong sekolah dan berpapasan dengan Bobi (9), kakak kelasnya yang terkenal sebagai biang onar.
"Eh, gendut, apa kabar? Hari ini naik berapa kilo nih?" cibir Bobi sambil menunjuk perut Manda. Ketika ejekan Bobi membuat Manda merasa direndahkan dan kehilangan rasa percaya diri, itu berarti Manda telah menjadi korban bullying (dibuli).
Sementara, Bobi disebut pembuli (pelaku bullying). Bullying menimbulkan dampak negatif, seperti menurunkan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa. Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antara bullying dengan meningkatnya depresi dan agresi.
Bullying juga berpengaruh pada penurunan nilai akademik dan tindakan bunuh diri. Kasus gantung diri yang dilakukan Fifi Kusrini (13) pada 15 Juli 2005 lalu, misalnya. Berawal dari korban sering diejek sebagai sebagai anak tukang bubur oleh teman-teman sekolahnya. Sepele bukan? Namun, berdampak pada hilangnya nyawa seseorang. Belum lagi beberapa siswa SD yang gantung diri karena tidak bisa membayar SPP.
"Kita tentu tidak menginginkan pendidikan menjadi tempat seseorang menemui ajalnya. Sebab itu, semua orangtua harus mendapat pengetahuan dan disadarkan bahwa bullying sama sekali bukan permainan anak-anak. Ini adalah awal dari suatu teror terhadap anak-anak dan bisa berkepanjangan," ujar Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dr Meutia Hatta.
Untuk itu, Meutia mengharapkan bahwa antibullying menjadi gerakan masyarakat yang meliputi semua orang. Termasuk, kesadaran orangtua agar tergerak melakukan sesuatu, seperti menumbuhkan sikap baik dalam keluarga dan mengatur tontonan televisi bagi putra-putrinya. Begitu pun halnya di sekolah, harus ada pengawasan yang biasanya dilakukan guru BP (Bimbingan dan Penyuluhan).
"Guru BP sebaiknya diberi pelatihan khusus agar punya kepekaan untuk mengetahui adanya keganjilan-keganjilan. Kita mengharapkan pendidikan ini mencetak generasi yang baik dan andal di kemudian hari. Sekolah harus mencetak SDM yang andal, kalau tidak mampu, sistem sekolah itu yang harus diperbaiki," tandas Meutia.
Masalah Serius yang Dianggap Sepele
Pengertian dan jenis bullying amat luas. Tak perlu berpikir yang ekstrem, seperti menampar atau menonjok, melirik dengan tatapan sinis, atau mengolok-olok teman dengan nama orangtua juga bisa membuat orang lain tersinggung.
Bahkan, bergosip yang selama ini dianggap biasa pun masuk kategori bullying. Bukan hal aneh bila di zaman sekarang, terutama di kota besar, anak-anak SD melontarkan kata-kata kasar, seperti ''Goblok lu!", ''Dasar lemot lu!", ''Liburan enggak ke mana-mana ya? Kasian deh lu!".
Masalahnya, apakah anak-anak usia TK dan SD itu menyadari bahwa hal tersebut bisa melukai perasaan orang lain? Sayang, masih banyak yang menganggap bullying sebagai sesuatu yang biasa dan tidak perlu dipersoalkan.
''Itu kan ujian mental bagi anak-anak kita supaya mereka tumbuh tegar," kilah seorang bapak yang pernah mengikuti workshop bullying, tahun lalu. Ada pula seorang ibu yang berujar, ''Saya dulu sering diperlakukan seperti itu waktu kecil, nyatanya sekarang baik-baik saja''.
Rupanya, bullying telah berlangsung sejak lama hingga lintas generasi. Ironisnya, masyarakat cenderung mendiamkan dan menyepelekan hal itu. Penelitian yang dilakukan Yayasan Sejiwa pada 2004-2006 menunjukkan bahwa banyak guru di Indonesia yang menganggap bullying bukan masalah serius.
''Bullying adalah masalah kesehatan publik yang patut mendapat perhatian. Orang yang pernah menjadi korban bullying semasa kecil, kecenderungannya lebih besar untuk tumbuh menjadi pribadi yang kurang percaya diri. Bahkan, menjadi penderita depresi," ujar Direktur Institut Nasional Kesehatan Anak dan Perkembangan Manusia (NICHD) AS Duane Alexander MD.
Sementara itu, pelaku bullying kemungkinan besar akan terlibat tindak kriminal di kemudian hari. Hasil survei NICHD yang dimuat majalah Journal of American Medical Association pada 2001 memaparkan bahwa lebih dari 16 persen murid sekolah di AS mengaku mengalami bullying yang dilakukan murid lain.
Pada tahun yang sama, Departemen Kehakiman AS mengeluarkan statistik yang lebih mencengangkan, yaitu 77 persen populasi pelajar AS mengalami bullying secara fisik, mental, dan verbal. Lebih memilukan lagi, Richard Werly dalam artikel 'Presecuted Even on the Playground' di majalah Liberation 2001, melaporkan bahwa 10 persen dari pelajar stres merupakan korban bullying dan pernah berusaha bunuh diri. Paling tidak sekali.
Di Indonesia belum ada data memadai karena penelitian tentang fenomena bullying masih baru. Hasil studi pada 2006 yang dilakukan ahli intervensi bullying asal Amerika Dr Amy Huneck mengungkapkan bahwa 10-16 persen siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan ataupun didorong, sedikitnya sekali dalam seminggu.
Untuk menghilangkan sama sekali tindakan itu di sekolah memang tidak mungkin, tapi minimal bisa diminimalkan. Komunikasi terbuka antara pihak sekolah, orangtua, dan murid merupakan kunci utama. Ditambah dengan dukungan pemerintah dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai positif dalam institusi pendidikan.
''Peran orangtua sangat penting karena anak yang dibuli biasanya lebih suka bercerita kepada orangtua daripada gurunya. Ada baiknya, sekolah juga memfasilitasi kegiatan yang memungkinkan orangtua mengembangkan keterampilan berkomunikasi dengan anak. Sebab, kenyataannya, sebagian orangtua enggan langsung melaporkan kasus yang menimpa anaknya," saran psikolog UI dr Ratna Djuwita.(inda susanti/sindo/ang)
Source : http://run18.multiply.com/reviews/item/3
Menurut Ketua Yayasan Sejiwa Diena Haryana, secara sederhana bullying diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya.
Bentuk bullying terbagi tiga, yaitu bersifat fisik, seperti memukul, menampar, memalak; verbal seperti memaki, menggosip, mengejek; serta psikologis, seperti mengintimidasi, mengecilkan, mengabaikan, mendiskriminasi.
"Bullying itu bukan tentang apa yang 'saya' lakukan kepada orang lain, melainkan apa persepsi si korban terhadap sikap 'saya'. Misalkan, di televisi ada selebriti yang suka ngomong seenaknya saja, tapi tidak membuat penonton marah, maka itu bukan bullying. Bullying terjadi ketika apa pun yang dilakukan seseorang membuat orang lain merasa kecil, takut, dan tertindas," papar Diena dalam workshop nasional bertema 'Intervensi Efektif untuk Mengurangi Bullying di Sekolah-Sekolah', beberapa waktu lalu.
Kasus bullying paling sering terjadi di sekolah. Kasusnya terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari ejekan hingga kekerasan fisik yang serius, juga tindakan nonverbal, seperti mengucilkan.
Kasus seperti yang dialami Manda adalah contoh bullying verbal. Manda (8) terperanjat ketika berjalan di lorong sekolah dan berpapasan dengan Bobi (9), kakak kelasnya yang terkenal sebagai biang onar.
"Eh, gendut, apa kabar? Hari ini naik berapa kilo nih?" cibir Bobi sambil menunjuk perut Manda. Ketika ejekan Bobi membuat Manda merasa direndahkan dan kehilangan rasa percaya diri, itu berarti Manda telah menjadi korban bullying (dibuli).
Sementara, Bobi disebut pembuli (pelaku bullying). Bullying menimbulkan dampak negatif, seperti menurunkan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa. Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antara bullying dengan meningkatnya depresi dan agresi.
Bullying juga berpengaruh pada penurunan nilai akademik dan tindakan bunuh diri. Kasus gantung diri yang dilakukan Fifi Kusrini (13) pada 15 Juli 2005 lalu, misalnya. Berawal dari korban sering diejek sebagai sebagai anak tukang bubur oleh teman-teman sekolahnya. Sepele bukan? Namun, berdampak pada hilangnya nyawa seseorang. Belum lagi beberapa siswa SD yang gantung diri karena tidak bisa membayar SPP.
"Kita tentu tidak menginginkan pendidikan menjadi tempat seseorang menemui ajalnya. Sebab itu, semua orangtua harus mendapat pengetahuan dan disadarkan bahwa bullying sama sekali bukan permainan anak-anak. Ini adalah awal dari suatu teror terhadap anak-anak dan bisa berkepanjangan," ujar Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dr Meutia Hatta.
Untuk itu, Meutia mengharapkan bahwa antibullying menjadi gerakan masyarakat yang meliputi semua orang. Termasuk, kesadaran orangtua agar tergerak melakukan sesuatu, seperti menumbuhkan sikap baik dalam keluarga dan mengatur tontonan televisi bagi putra-putrinya. Begitu pun halnya di sekolah, harus ada pengawasan yang biasanya dilakukan guru BP (Bimbingan dan Penyuluhan).
"Guru BP sebaiknya diberi pelatihan khusus agar punya kepekaan untuk mengetahui adanya keganjilan-keganjilan. Kita mengharapkan pendidikan ini mencetak generasi yang baik dan andal di kemudian hari. Sekolah harus mencetak SDM yang andal, kalau tidak mampu, sistem sekolah itu yang harus diperbaiki," tandas Meutia.
Masalah Serius yang Dianggap Sepele
Pengertian dan jenis bullying amat luas. Tak perlu berpikir yang ekstrem, seperti menampar atau menonjok, melirik dengan tatapan sinis, atau mengolok-olok teman dengan nama orangtua juga bisa membuat orang lain tersinggung.
Bahkan, bergosip yang selama ini dianggap biasa pun masuk kategori bullying. Bukan hal aneh bila di zaman sekarang, terutama di kota besar, anak-anak SD melontarkan kata-kata kasar, seperti ''Goblok lu!", ''Dasar lemot lu!", ''Liburan enggak ke mana-mana ya? Kasian deh lu!".
Masalahnya, apakah anak-anak usia TK dan SD itu menyadari bahwa hal tersebut bisa melukai perasaan orang lain? Sayang, masih banyak yang menganggap bullying sebagai sesuatu yang biasa dan tidak perlu dipersoalkan.
''Itu kan ujian mental bagi anak-anak kita supaya mereka tumbuh tegar," kilah seorang bapak yang pernah mengikuti workshop bullying, tahun lalu. Ada pula seorang ibu yang berujar, ''Saya dulu sering diperlakukan seperti itu waktu kecil, nyatanya sekarang baik-baik saja''.
Rupanya, bullying telah berlangsung sejak lama hingga lintas generasi. Ironisnya, masyarakat cenderung mendiamkan dan menyepelekan hal itu. Penelitian yang dilakukan Yayasan Sejiwa pada 2004-2006 menunjukkan bahwa banyak guru di Indonesia yang menganggap bullying bukan masalah serius.
''Bullying adalah masalah kesehatan publik yang patut mendapat perhatian. Orang yang pernah menjadi korban bullying semasa kecil, kecenderungannya lebih besar untuk tumbuh menjadi pribadi yang kurang percaya diri. Bahkan, menjadi penderita depresi," ujar Direktur Institut Nasional Kesehatan Anak dan Perkembangan Manusia (NICHD) AS Duane Alexander MD.
Sementara itu, pelaku bullying kemungkinan besar akan terlibat tindak kriminal di kemudian hari. Hasil survei NICHD yang dimuat majalah Journal of American Medical Association pada 2001 memaparkan bahwa lebih dari 16 persen murid sekolah di AS mengaku mengalami bullying yang dilakukan murid lain.
Pada tahun yang sama, Departemen Kehakiman AS mengeluarkan statistik yang lebih mencengangkan, yaitu 77 persen populasi pelajar AS mengalami bullying secara fisik, mental, dan verbal. Lebih memilukan lagi, Richard Werly dalam artikel 'Presecuted Even on the Playground' di majalah Liberation 2001, melaporkan bahwa 10 persen dari pelajar stres merupakan korban bullying dan pernah berusaha bunuh diri. Paling tidak sekali.
Di Indonesia belum ada data memadai karena penelitian tentang fenomena bullying masih baru. Hasil studi pada 2006 yang dilakukan ahli intervensi bullying asal Amerika Dr Amy Huneck mengungkapkan bahwa 10-16 persen siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan ataupun didorong, sedikitnya sekali dalam seminggu.
Untuk menghilangkan sama sekali tindakan itu di sekolah memang tidak mungkin, tapi minimal bisa diminimalkan. Komunikasi terbuka antara pihak sekolah, orangtua, dan murid merupakan kunci utama. Ditambah dengan dukungan pemerintah dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai positif dalam institusi pendidikan.
''Peran orangtua sangat penting karena anak yang dibuli biasanya lebih suka bercerita kepada orangtua daripada gurunya. Ada baiknya, sekolah juga memfasilitasi kegiatan yang memungkinkan orangtua mengembangkan keterampilan berkomunikasi dengan anak. Sebab, kenyataannya, sebagian orangtua enggan langsung melaporkan kasus yang menimpa anaknya," saran psikolog UI dr Ratna Djuwita.(inda susanti/sindo/ang)
Source : http://run18.multiply.com/reviews/item/3
Subscribe to:
Posts (Atom)